MENGENAL DISSOCIATIVE IDENTITY DISORDER (DID), GANGGUAN KEPRIBADIAN GANDA YANG DISEBABKAN OLEH TRAUMA



Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5 (DSM-5), Dissociative Identity Disorder (DID) atau yang lebih dikenal sebagai kepribadian ganda termasuk ke dalam bagian dari kelompok Dissociative Disorder (gangguan disosiatif). Dissociative Disorder sendiri merupakan gangguan atau diskontinuitas dalam integrasi normal, kesadaran, memori, identitas, emosi, persepsi, representasi tubuh, kontrol motorik, dan perilaku. Gejala disosiatif ini berpotensi untuk mengganggu setiap area fungsi psikologis manusia dalam aktivitasnya sehari-hari.

Lantas, apa itu DID?

Definisi Dissociative Identity Disorder

DID merupakan gangguan identitas yang ditandai dengan adanya dua atau lebih kepribadian yang berbeda. Masing-masing identitas kepribadian tersebut dapat memiliki nama, usia, gestur, perilaku, ras, hingga jenis kelamin yang berbeda-beda, tetapi semuanya dapat hidup berdampingan (coexistence)  dalam  diri  seseorang (Abas, 2022; Gea, 2013). Identitas “inti” adalah sebutan untuk kepribadian yang biasa atau sebenarnya, sedangkan kepribadian alternatif disebut sebagai “alter.

Selain itu, kondisi lain yang menjadi ciri utama pengidap DID adalah terjadinya episode amnesia berulang. Kondisi amnesia di sini berkaitan dengan ketidakmampuan individu untuk mengingat segala hal yang terjadi ketika kepribadian alternatif yang dimilikinya mengambil alih kepribadian inti. Itulah sebabnya, pengidap DID pada umumnya tidak menyadari bahwa ia memiliki kepribadian alternatif.

Seberapa Umum DID terjadi?

Dilansir dari Cleveland Clinic, DID sangat langka terjadi dengan prevalensi sebesar 0.01-1% dari seluruh populasi. Gangguan ini dapat terjadi pada usia berapa pun, tetapi pada umumnya baru terdiagnosa ketika dewasa dan lebih sering terjadi pada pada wanita.

Pada anak-anak, DID tidak muncul dengan perubahan identitas, melainkan dengan gangguan mental yang menimbulkan masalah memori, konsentrasi, keterikatan, dan permainan traumatis. Pada remaja, agresivitas muncul dan mungkin hanya tampak sebagai gejolak remaja atau gejala gangguan mental yang lain. Sedangkan, gejala pada individu yang lebih tua berkaitan dengan gangguan mood, obsesif kompulsif, paranoid, psikotik, atau bahkan gangguan kognitif yang disebabkan amnesia disosiatif.

Gejala DID

Berdasarkan DSM-5, individu dengan gangguan DID biasanya mengalami:

  • Gangguan secara berulang yang tidak dapat dijelaskan terhadap fungsi sadar dan rasa atas diri (sense of self) (misalnya munculnya suara-suara, tindakan, ucapan, pikiran, emosi, dan impuls yang mengganggu).
  • Perubahan sense of self (misalnya secara sikap, preferensi, dan perasaan bahwa tubuh atau tindakan yang dilakukan bukan miliknya sendiri).
  • Perubahan persepsi yang aneh (misalnya depersonalisasi atau merasa bahwa jiwanya terlepas, dan seolah melihat diri sendiri dari luar tubuhnya; derealisasi atau merasa bahwa lingkungan sekitarnya aneh, asing, dan tidak nyata).
  • Amnesia berulang (tidak mampu mengingat aktivitas sehari-hari, informasi pribadi yang penting, atau peristiwa traumatis).
  • Gejala neurologis fungsional yang berselang (intermittent).

Seiring berjalannya waktu, pengidap DID juga mungkin akan mengalami masalah kejiwaan lain, seperti :

  • Kecemasan (anxiety)
  • Depresi
  • Penyalahgunaan NARKOTIKA
  • Gejala psikosis (delusi)
  • Gangguan makan dan tidur
  • Tendensi untuk bunuh diri dan upaya menyakiti diri sendiri (self-harm) (Dorahy et al., 2014; Dzilhaq, 2021).

Penyebab DID

Penyebab utama DID adalah peristiwa traumatis di masa kanak-kanak seperti kekerasan, pelecehan, kecelakaan, bencana alam, peperangan, kematian, riwayat penyakit, dan kejadian luar biasa lainnya. Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap pengidap DID di Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa menyatakan bahwa 90% dari mereka telah mengalami kekerasan seksual dan penelantaran ketika masih kanak-kanak.

Penangan DID

Beberapa gejala DID terutama yang berkaitan dengan depresi dan kecemasan dapat ditangani dengan bantuan obat antidepresan atau anti kecemasan. Meskipun begitu, psikoterapi dinilai sebagai metode penanganan yang lebih efektif. Psikoterapi dapat dilakukan secara individu, kelompok, atau terapi keluarga dengan berfokus pada beberapa hal berikut (PsychCentral, 2021):

  • Identifikasi dan pelepasan trauma yang tertahan di dalam tubuh
  • Relationship support
  • Manajemen faktor pemicu munculnya gejala
  • Mengelola perubahan perilaku yang tiba-tiba
  • Mindfulness dan self-awareness
  • Metode koping untuk mengelola emosi yang rumit

Secara spesifik, berikut ini adalah beberapa jenis terapi yang bisa dilakukan:

  • Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
  • Dialectical Behavioral Therapy (DBT)
  • Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR)

sumber : https://psikologi.unnes.ac.id/mengenal-dissociative-identity-disorder-did-gangguan-kepribadian-ganda-yang-disebabkan-oleh-trauma/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages